Friday, March 6, 2009

DEFINISI DAN STRATEGI INSTRUKSIONAL DI E-LEARNING

Terminologi yang berbeda-beda telah digunakan untuk mendefinisikan E-Learning. E-Learning meliputi sekumpulan aplikasi dan proses berbasis teknologi TIK, yang terdiri dari belajar berbasis web, kelas virtual, kolaborasi dan jaringan secara digital. E-Learning meliputi penyampaian materi melalui internet, intranet, pemancaran satelit, tape audio-video, TV dan CD-ROM interaktif (Hambrecht, 2000). Terminologi tersebut menyatakan secara implisit bahwa pembelajar berada jauh dari tutor, pembelajar menggunakan teknologi (biasanya komputer) untuk mengases bahan ajar, pembelajaran menggunakan teknologi untuk berinteraksi dengan tutor maupun pembelajar yang lain.



Definisi E-Learning tersebut memunculkan tiga komponen yang bekerja bersama-sama untuk mendorong interaksi dan belajar yang bermakna: (1) model pedagogi, (2) strategi instruksional, dan (3) teknologi. Tiga komponen tersebut (Gambar 1) membentuk hubungan yang iteratif. Kompnen pertama adalah model pedagogi. Model pedagogi adalah konstruk teoritis yang berasal dari model perolehan pengetahuan, yang membentuk dasar-dasar teori belajar. Model pedagogi akan mengarahkan ke spesifikasi strategi instruksional, yang merupakan komponen kedua kerangka desain E-Learning.

Strategi instruksional adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk memfasilitasi siswa belajar. Jonassen et al. (1991) mendefinisikan strategi instruksional sebagai the plan and the techniques that the instructor/instructional designer uses to engage the learner and facilitate learning (p. 34). Strategi instruksional mengoperasionalkan model pedagogi. Strategi instruksional merupakan spesifikasi bagaimana implikasi teori belajar diubah menjadi prosedur instruksional, yang menghasilkan rencana pelaksanaan pembelajaran. Contoh strategi instruksional meliputi: (1) melaksanakan pembelajaran autentik, (2) memfasilitasi pemecahan masalah, eksplorasi, dan pembuatan hipotesis, (3) melakukan kolaborasi, (4) memberikan scaffolding, (5) melakukan artikulasi dan refleksi.

1. Melaksanakan pembelajaran autentik

Melakukan pembelajaran autentik adalh inti dari semua strategi instruksional. Aktivitas autentik melibatkan pembelajar dalam tugas-tugas realistik dan bermakna yang relevan dengan minat dan tujuan pembelajar. Dengan melibatkan pembelajar dalam tugas-tugas relevan dan bermakna, mereka dapat melihat implikasi langsung dari kegiatan mereka dan dapat menerapkan pengetahuan yang diperoleh dalam situasi riil. Umumnya tugas-tugas autentik dipresentasikan dalam pembelajaran menggunakan skenario, studi kasus maupun masalah. Kasus, masalah maupun skenario yang digunakan sebagai stimulus untuk aktivitas autentik harus mempunyai karakteristik penyelesaian masalah kehidupan riil. Contoh bagaimana aktivitas autentik dapat diterapkan di konteks E-Learning dengan menggunakan teknologi, komponen ketiga dari kerangka desain, meliputi:

* Menggunakan grafik untuk menghadirkan kasus atau masalah untuk membuat lebih realistik.
* Menggunakan audio dan video untuk menghadirkan kasus.
* Menggunakan animasi.
* Menggunakan hiperteks/hipermedia untuk memberikan elaborasi.


2. Melaksanakan pemecahan masalah, eksplorasi, dan pembuatan hipotesis

Aktivitas pemecahan masalah menekankan bagaimana belajar. Dalam aktivitas tersebut, proses memecahkan masalah seperti kemampuan membuat hipotesis, menemukan dan mengurutkan informasi, berfikir kritis, membuat pertanyaan, menjadi sangat penting. Ketika aktivitas pemecahan masalah ditempatkan dalam konteks autentik, siswa belajar bagaimana menerapkan pengetahuannya dalam kondisi yang tepat. Eksplorasi mendorong siswa mencoba strategi dan hipotesis berbeda dan mengamati pengaruhnya. Dalam belajar eksploratori, siswa diberi instruksi dan bimbingan terbatas. Siswa lebih banyak belajar secara mandiri.

Eksploratori dan pemecahan masalah sangat berkaitan. Pembuatan hipotesis adalah menetapkan anggapan sementara tentang suatu atribut yang mendefinisikan suatu konsep, kemudian menguji hipotesis tersebut. Contoh ketika siswa belajar konsep masa jenis benda, mereka diminta membuat hipotesis tentang apa yang terjadi ketika minyak dan air dituangkan bersama-sama dalam sebuah wadah. Apakah minyak terletak di bawah? Mengapa? Juga, ketika belajar konsep gravitasi, siswa mungkin diminta membuat hipotesis benda mana jatuh ke tanah lebih dahulu, batu atau bulu. Pembuatan hipotesis adalah tipe penalaran ilmiah. Contoh bagaimana pemecahan masalah, eksplorasi dan pembuatan hipotesis diterapkan di konteks E-Learning dengan menggunakan teknologi meliputi:

* Memberikan link ke basis data online yang menghadirkan informasi terkini maupun informasi ilmiah lainnya.
* Menggunakan perangkat web authoring dan bahasa script untuk mengembangkan modul intstruksional seperti simulasi yang mendorong siswa melakukan aktivitas eksploratori.
* Memberikan link ke situs yang memungkinkan siswa mencari sumber-sumber pengetahuan untuk melakukan eksploratori.

3. Melakukan kolaborasi

Dalam bentuk sederhana, strategi kolaborari dapat didefinisikan sebagai strategi instruksional yang mendorong interaksi antara dua atau lebih pembelajar untuk memaksimalkan potensi masing-masing pembelajar. Dari padangan konstruktivisme, belajar secara kolaboratif dapat didefinisikan sebagai aktivitas yang menekankan (a) kerja sama mengkonstruksi pengetahuan, (b) berdialog mencari penyelesaikan alternatif. Tujuan kolaborasi adalah bertukar pandangan dan ide dalam rangka menyelesaikan masalah dan membangun pengetahuan. Contoh bagaimana kolaborasi diterapkan di konteks E-Learning dengan menggunakan teknologi meliputi:

* Membuat ruang diskusi kelompok online yang memfokuskan aktivitas, tujuan maupun proyek tertentu.
* Mendesain aktivitas yang memungkinkan anggota kelompok bertukar dokumen yang terkait dengan suatu proyek.
* Mengatur siswa dalam ativitas komunikasi serempak dengan menggunakan videoconference dan chating. Aktivitas kolaborasi memungkinkan anggota kelompok melakukan brainstroming ide-ide.

4. Memberikan scaffolding

Scaffolding adalah suatu konsep berdasarkan pada ide memberikan bantuan ke pembelajar dalam daerah perkembangan terdekat (zone of proximal develompment) siswa. Memberikan bantuan yang tepat dalam lingkungan belajar merupakan suatu tantangan bagi guru dan perancang instruksional, Siswa pintar yang mempunyai basis pengetahuan banyak memerlukan tipe dan level bantuan yang berbeda untuk meningkatkan prestasinya. Scaffolding dapat diperoleh melalui bermacam-macam aktivitas dan strategi interuksional yang saling terkait. Pada kelas tradisional, scaffolding sering dilakukan melalui kolaborasi dengan guru, pakar maupun siswa yang lebih kompeten. Scaffolding dapat juga dilakukan melalui pemodelan. Contoh bagaimana scaffolding diterapkan di konteks E-Learning dengan menggunakan teknologi meliputi:

* Memberikan panduan melalui email.
* Memberikan link hipermedia ke perangkat online seperti program basis data, spreadsheet, peta konsep maupun diagram.
* Memberikan indeks online atau kosa kata dari instilah penting dan definisinya.
* Memberikan link hipermedia ke contoh tugas atau proyek yang sudah jadi.

5. Melakukan artikulasi dan refleksi

Artikulasi bermakna meminta siswa memikirkan tindakan mereka dan memberikan alasan keputusan dan strateginya (Wilson & Cole, 1996). Dengan kata lain, ketika siswa diberi kesempatan untuk mengartikulasikan pengetahuan atau pemahaman tentang sesuatu, mereka menjelaskan ke siswa lain apa yang mereka ketahui. Ketika siswa mengartikulasikan pengetahuannya ke orang lain, mereka saling bertukar pandangan dan mengeneralisasikan pemahaman dan pengetahuan sehingga ia dapat diterapkan ke konteks lain yang berbeda.
Melakukan refleksi berarti meminta siswa memikirkan kembali apa yang telah mereka lakukan, menganalisis kinerja mereka, dan membandingkannya dengan pakar dan teman sejawat. Berfikir refleksi meliputi proses menganalisis dan mengevaluasi apa yang telah terjadi untuk memberikan makna baru. Contoh bagaimana artikulasi dan refleksi diterapkan di konteks E-Learning dengan menggunakan teknologi meliputi:

*Siswa yang terlibat dalam diskusi online akan mengartikulasikan pemahamannya tentang suatu topik dengan cara menjawab pertanyaan dan menjelaskan ke orang lain apa yang mereka ketahui. Hasil diskusi ini kemudian akan direvisi oleh siswa yang memungkinkan terjadinya refleksi.
* Memberikan siswa web posting untuk mempublikasikan karya mereka. Siswa kemudian dapat melakukan evaluasi sejawat atas karya mereka.

Related Posts by Categories



1 comments:

dekMEP Blog gati nox... said...

mohon maaf sebelumnya. saya tertarik dengan model instruksional yg mengimplemnetasika e-learning didalamnya. Mohon informasi sumber aslinya sebagai bahan rujukan? Saya cari belum menemukan. Terimakasih sebelumnya.

Post a Comment

** Remodif Template by choymaster.blogspot.com **