Friday, May 1, 2009

ADA APA DENGAN TANGGAL 2 MEI???

Peristiwa

* 1933 - "Nessie" (Monster Loch Ness) pertama kali terlihat pada zaman modern.
* 1964 - Cut Nyak Dhien ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia dengan SK Presiden RI No.106 Tahun 1964.
* 1969 - Kapal Queen Elizabeth II mulai berlayar untuk pertama kalinya; berangkat menuju New York City.
* 1972 - Film Jaws mulai diproduksi.
* 1994 - Nelson Mandela memenangi pemilihan umum demokratis pertama di Afrika Selatan

Kelahiran
* 1899 - Ki Hajar Dewantara, pelopor pendidikan bagi pribumi (w. 1959)
* 1921 - Satyajit Ray, sutradara, penulis dari suku Bengali, berkebangsaan India
* 1975 - David Beckham, pesepak bola Inggris

Meninggal
* 1519 - Leonardo Da Vinci, Seniman serba bisa asal Italia
* 1998 - Matsumoto Hideto, gitaris X Japan& "dewa" Japanese Rock

KEBANGKITAN DAN PENDIDIKAN

Hari ini tanggal 2 Mei tepatnya adalah hari Pendidikan Nasional. Hari dimana lahirnya pendidikan di Indonensia. Tanggal 2 Mei dijadikan sebagai hari Pendidikan Nasonal bertepatan dengan hari lahirnya salah satu tokoh pendidkan kita yaitu Ki Hajar Dewantar dengan nama asli: Raden Mas Soewardi.

Mengulas sedikit tentang perjuangan untuk memajukan pendidkan di bumi Indonesia, beliau sempat mendirikan salah satu taman siswa pada 3 Juli 1922 untuk sekolah kerakyatan di Yogyakarta. Kemudian beliau juga sempat menulis berbagai artikel yang intinya memprotes berbagai kebijakan para penjajah (belanda) yang kadang membunuh serta menghambat tumbuh dan berkembangnya pendidikan di Indonesia. Hingga salah satu artikel "Seandainya Aku Seorang Belanda" (judul asli : Als ik eens Nederlander was) yang pernah dimuat dalam surat kabar de Expres milik Douwes Dekker tahun 1913 adalah salah satu artikel yang mengubah paradigma banyak orang terlebih khusus para penjajah bahwa orang Indonesia khususnya penduduk pribumi membutuhkan pendidikan yang layaknya sama dengan para penguasa dan kalangan berduit.

Bertolak dari usaha, kerja keras serta pengorbanan dirinya melalui surat keputusan Presiden RI No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959 dinobatkan sebagai salah satu Pahlawan Pergerakan Nasional. Bahkan yang lebih menggembirakan dirinya di anggap sebagai bapak Pendidikan untuk seluruh orang Indonesia, penghormatan itu terbukti dengan ditetapkan 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Untuk mewujudkan dan membangun dunia pendidikan di Indonesia yang sedang diusahaknnya dalam penjajahan para penjajah belanda beliau memakai semoboyan “tut wuei handayani” semboyan ini berasal dari ungkapan aslinya "ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa”. Semboyan ini masih dipakai dalam di dunia pendidikan kita hingga era reformasi ini. Bahkan dengan semboyan itu telah sedikit mengubah warna pendidikan kita di Indoenesia saat ini.

Meninjau Perkembangan Pendidkan di Era Reformasi

Banyak orang senang dan bahagia, terlebih khusus para penggila, pencinta dan pelaku pendidikan di seluruh Indonesia ketika memasuki era reformasi. Saat kekuasaan presiden Soeharto yang kurang lebih berkuasa selama 32 tahun tumbang pada tahun 1997 akibat pergerakan mahasiswa Indonesia mendasari lahirnya era reformasi. Era yang dikatakan sebagai era perubahan, era yang bisa semua orang berbicara serta era yang dikatakan sebgai era pembaharuan. Berarti pendidikan juga harus mengalami perubahan.

Mereka berharap dan berpikir diera ini segalanya akan berubah. Problematika pendidikan yang terjadi saat Presiden Soekarno memimpin di era orde lama (1945-1965) dan Problematika pendidikan yang terjadi saat masa kepemimpinan Presiden Soeharto di era orde baru (1965-1985)serta masa kepemimpinan beberapa presiden setelah kedua pemimpin diatas memerintah bisa segera teratasi yang tentunya sesuai dengan cita-cita dan tujuan pendidikan kita.

Namun yang memprihatinkan perkembangan pendidikan diera reformasi ini tidak jauh berbeda dengan perkembangan pendidikan diera orde lama (1945-1965) maupun perkembagan pendidikan diera orde baru (1965-1985). Malahan perkembangan pendidikan di era reformasi ini lebih menggenaskan dan memprihatinkan. Bahkan di era ini banyak korban pendidikan yang berjatuhan seperti; siswa, guru termasuk para orang tua pun menjadi korban daripada pendidikan di era reformasi ini. Mengapa saya bisa katakan demikian.

Banyak anak-anak yang tidak memilik biaya hingga tidak bersekolah, banyak lulusan SMA/MA dan sederajat lainnya harus menggangur karena tidak mampu membayar biaya pendidikan bahkan banyak lulusan SMA/MA dan sederajat yang melanjutkan ke perguruan tinggi harus mengundurkan dari perkuliahan karena tidak mampu membayar biaya kuliah.

Sesuai dengan tujuan dan cita-citanya pendidikan kita haruslah mencerdaskan kehidupan bangsa. Mungkin berkembang dari kata mencerdaskan banyak orang mengartikannya dengan mengambil berbagai kebijakan yang dapat membuat pendidikan di Indonesia bisa berkembang. Salah satu caranya unutk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah mengadakan Ujian Nasional, nyatanya Ujian Nasional bukan menciptkan generasi yang cerdas namun menciptkan generasu yang rusak baik mentalnya maupun kerohaniaanya.

Siapapun tidak bisa membantah kalau Ujian Nasional telah menciptakan generasi yang rusak moralitasnya. Sebagaimana bisa kita lihat beberapa fenomena kecurangan dan kejahatan yang sering terjadi hinggat ditayangkan diberbagai media masa maupun media elektronik. Beberapa saat lalu Ujian Nasional tingkat SMA/MA dan setingkat lainnya telah diberlangsungkan namun meninggalkan bekas yang sangat memprihatinkan karena dimana-mana terjadi kecurangan yang patutnya tidak perlu terjadi.

Beberapa saat lalu tepatnya hari kamis hari terakhir Ujian Nasional bagi siswa-siswi SMA/MA, saya menyaksikan sebuah tayangan berita di salah satu TV swasta yang menayangkan kecurangan Ujian Nasional yang terjadi, hingga 17 orang guru harus berhadapan dengan aparat hingga harus diadili. Bukan kasus itu saja melainkan didaerah lainpun terjadi hal yang sama. Bahkan beberapa kepala sekolah tega menjual lembaran soal hingga mencapai jutaan rupiah. Dengan demikian inikah yang dinamakan mencerdaskan kehidupan bangsa yang sesuai dengan cita-cita nasional.

“Seandainya beliau masih hidup beliau akan menangis dan meratapi melihat buruknya pendidikan di negeri ini”. Demikian salah satu kutipan artikel singkat yang ditulis oleh salah satu korespondesi situs wikimu di internet. Sedikit menyimak dan membaca artikel itu sayapun ikut sedih. Sebagaimana tidak sedih perjuangan beliau agar pendidikan di Indonesia bisa maju dan berkembagn yang sekaligus mengubah berbagai ketertinggalan yang terjadi namun, kenyataannya yang terjadi adalah keterpurukan system pendidikan.

Kita seharusnya memahmi dan menyadari bahwa berjuang dibawah tekanan, penjajahan dan ancaman bukanlah hal termudah. Namun dalam kesulitan seperti inilah yang ditunjukan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa beliau ingin adanya kemajuan pendidikan. Sehingga dalam tekanan apapun beliau tidak pernah gentar dan takut hanya demi memajukan pendidikan di negeri ini. Bertolak dari pada usaha dan kerja keras beliau seharusnya para pengambil kebijkan pendidikan di indenesia seharusnya berpikir dan mencerna bagaimana solusi yang diambil agar semua kegiatan pendidikan yang terjadi tidak membuat sedih pilunya hati bapak pendidikan kita.

Fenomena keburukan yang terjadi saat ini bukan saja masalah Ujian Nasional, namun yang terjadi juga adalah biaya sekolah dari tahun ketahun yang semakin meningkat. Saya sendiri sebagai siswa menyadari adanya lonjakan tingginya uang sekolah dari tahun ke tahun. Padahal berbagai janji manis seperti adanya dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) akan membantu meringankan biaya sekolah, bahkan ada juga yang mengatakan dengan adanya dana bos maka pendidikan alhasi akan gratis. Apakah pendidikan saat ini di Indoensua gratis? Jangan mimpi bo pendidikan mau gratis. Realisasi dana pendidikan yang dialokasikan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasalnya yang ke 49 bahwa 20% dari APBN dialkosikan untuk pendidikan. Namun kenyataan sampai sat ini semua itu tidak nampak.

Dengan berbagai janji manis yang sengaja dilanggar ini memberi peringatan kepada kita bagaimana nasib pendidikan Indonesia di masa depan nanti. Bagaimana nanti nasib generasi yang akan datang? Generasi yang akan datang mau dikemanakan? Bagaimana seandainya generasi yang akan datang mengikuti kesalahan para pengambil kebijakan pendidikan. Apakah ini mau dikatakan sebagai generasi yang berbobot dan generasi yang mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan cita-cita nasional yang telah tertera dalam Undang-Undang Dasar1945.

Makna Hari Pendidikan Nasional

Hari ini sebagai hari pendidikan nasional. Tidak perlu kita, terlebih khusus para pejabat pemerintahan dan pengambil kebijkana pendidikan nasional berpikir keras dengan berbagai teori dan berbagai pedoman unutk memajukan pendidikan di Indoensia. Bahkan kitapun tidak perlu sibuk mencari cara-cara dan trik-trik untuk bersaing dengan Negara lain khususnya dalam bidang pendidikan.

Dahulu kala saat orde baru para siswa-siswi dari Malaysia dan beberapa Negara tetangga lainnya yang datang dan belajar di Indonesia namun berbeda dengan saat ini para pelajar dari Indonesialah yang pergi belajar dan berguru di Negara jiran ini. “Saat ini, pelajar asing di Malaysia sudah mencapai angka 25.939 orang. Mereka datang dari berbagai negara, Uganda, Afrika Selatan, Korea Selatan, Korea Utara, India, Inggris, Vietnam, Bangladesh, Singapore, Kanada dan masih banyak lagi yang lainnya, termasuk negara tetangganya, Indonesia”. Demikian bunyi salah satu kutipan tulisan yang terdapat salah satu situs milik pemerintah Malaysia. Dengan membaca ini memberi pengertian pada kita kalau mereka (Malaysia) juga menaggap pendidikan di daerahnya lebih maju dan berkembang di bandingkan dengan di beberapa Negara termasuk kita negara tetangganya.

Dengan ketertinggalan pendidikan serta problematika pendidikan yang terjadi terus-menerus di Negara kita, bagaimana jalan keluar yang perlu diambil agar kedua hal diatas tidak terjadi lagi? Memang berat kalau memikirkan penyelesaiaanya serta penuntasan problemnya. Namun semua akan terasa ringan dan mudah kalau penyelesaian ini kembali kepada system demokrasi sesuai dengan asas dan falsafah Negara kita. System demokrasi mengutamakan kebersamaan dalam mengambil keputusan dan tindakan. Ketika keputusan diambil secara bersama-sama (musyawarah) maka semua pihak yang ikut mengambil bagiaan termasuk masyarakat akan merasa puas dan bahagia, sehingga penerapan dan prakteknya dapat memberi kepuasaan kepada semua pihak dan semua instansi. Dengan cara seperti ini alhasi pendidikan di Indonesia sedikit baik mutunya hingga kita bisa merasakan enak dan baiknya pendidikan.

SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu

Engkau sabagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa

[+/-] Baca Selengkapnya...

Saturday, April 25, 2009

HOW TO GIVE INTERACTIVE LECTURE

Giving interactive lectures involves delivering effective lectures, organizing the class period and selecting student activities, managing the class, and collecting feedback on what the students have learned. Making lectures interactive involves giving students, all of them, something to do during the lecture - answering a question, interpreting a graph, or solving a problem - and continuing such activities regularly throughout the term. For example, you might begin a unit on faults by showing the image linked to the thumbnail to the left. Rather than telling the students that the image is an example of a fault, you could first ask the students to make observations and discuss their interpretation with a neighbor. Then, call on a few students to present their interpretation and discuss the responses with the class.

CONTENT
As with many active-learning techniques, interactive lectures may take
longer to cover any given topic than non-interactive ones. Mazur (1997)
recommends that the lecturer save time by only going over more
difficult and important material rather than duplicating the coverage
of the textbook. Given that it is important in his classes that
students actually do the reading, he gives frequent reading quizzes.

THE MAJOR PART OF INTERACTIVE LECTURE
An interactive lecture will include segments of lecture combined with
segments where students are interacting with each other and the
instructor. All of the activities used to make lectures interactive
involve a learning curve for both instructors and students. For
example, think-pair-share requires students to marshal their thoughts,
present them clearly and succinctly, and synthesize their ideas with
their partners. Instructors must learn how to develop good questions,
analyze the student responses, and incorporate that information into
the following lecture or lecture segment.

MANAGING THE CLASS
* Accept that your class will be noisy when students
are discussing their work. * Visit a few groups and make sure that they are on track. * Find
an effective way to bring the class back together. Some instructors
flick the lights on and off. Some raise their hand, after explaining
that when students see a raised hand, they should raise their hand,
finish their sentence, and stop talking. * Pick groups to report at
random or have all groups report, depending on class size. The latter
is helpful when each group has something different to say (for example,
if each group is looking at a different aspect of a problem). It may be
useful to have each group designate a spokesperson to speak for the
group. * Have each student write their response on a handout of the
activity or a blank sheet of paper, have them write a short paper on an
index card summarizing their group's findings and turn it in for a
grade. * For discussion or other group activities, it's often a good
idea to ask open-ended questions with no single correct answer, because
these are likely to provoke thought and encourage student
participation.

RESPOND TO THE RESPONSES
One of the challenges of interactive lecturing is dealing with
incorrect answers. Either the students don't understand, or you haven't
explained it properly, or it's a very difficult topic. At least with an
interactive lecture, you can address the situation before an exam.
Deal carefully with wrong answers. When many students have a
misunderstanding it is important to address it in class and to consider
how you might present material differently the next time you teach the
course.

RESEARCH ON LEARNING
Hake, 1998 compared pre- and post-course test results for 6000 students
from high school and university physics courses, and found
significantly more improvement in students in courses that used
interactive-engagement methods (including classes over 100 students)
than in those that did not.
Classes that don't use interactive-engagement methods still allow
students to ask questions and still involve asking individual students
questions. Why isn't that enough? The problem is that they involve only
one student at a time (often a small set of students over and over
again) and that students rarely ask questions in class (Graesser and
Person, 1994 ). Passive students will not check to see if they do
understand the material. GBR RESEARCH
Wenzel, 1999 reviewed research on college lectures and reported that
the longer the lecture, the less of the material ended up in the
students' notes (see figure linked to the thumbnail at the left).
Interactive classes commonly involve breaking up the lecture,
effectively giving multiple short lectures, presumably with a higher
percentage of material being retained from each. He also reported that
a class that used a think-pair-share technique for two-three minutes
for every 12-18 minutes of lecture remembered more of the lecture
material directly after the class and twelve days later than the
control class that heard the same lecture without the think-pair-share
breaks.

[+/-] Baca Selengkapnya...

INTERAKTIF LECTURE



It can be difficult to engage students with the material in a large
lecture class. This module on Interactive Lectures has strategies and
specific examples of activities to involve students in large and small
lecture-based classes.

WHAT IS INTERAKTIF LECTURE?
An easy way for faculty to involve students as active participants in a
lecture-based class of any size.
Interactive lectures are classes in which the instructor breaks the
lecture at least once per class to have all of the students participate
in an activity that lets them work directly with the material. These
activities allow students to apply what they have learned earlier or
give them a context for upcoming lecture material.

For example: One way to transform a traditional lecture into an
interactive lecture would be have students discuss their observations
of the picture linked to the thumbnail to the left rather than telling
the students what you see. Then call on some groups for their responses
and discuss as a class.

Making lectures interactive draws students into the lecture by engaging
them in working with the material. In an interactive lecture, the
lecture is interspersed with short individual, pair, or small-group
activities. These activities also provide feedback to the instructor on
student understanding. For example, rather than asking a question and
calling on the first student who raises a hand, asking all students to
reflect on the question and then discuss with a neighbor before calling
for student responses gives everyone a chance to participate
(think-pair-share). Other strategies for engaging students include
ConcepTests, the Question of the Day, and in-class small-group
activities. Interactive lectures can be used in classes of any size,
including large classes.

WHY USE INTERACTIVE LECTURE?
Interactive lectures combine information-rich lectures with activities
that engage students, make students think about and apply lecture
material in class, and give the instructor feedback in class on student
understanding of the material.
Interactive lectures are an important way to enhance student learning,
particularly in large classes. They help to keep students' attention
focused on the class, give students repeated opportunities to practice,
and increase student retention of lecture material. They also provide
an easy way to experiment with different teaching techniques.
Lecturing is a time-honored teaching technique that is an efficient
method to present information but may result in students who listen
passively. Making lectures interactive by including short activities
can foster active engagement and enhance the value of the lecture
segments by: * Engaging students in the material during class. * Giving
everyone in the class time to answer a question, solve a problem, or
interpret a diagram. * Allowing more than one person to be successful.
* Enabling students to practice thinking and talking in geoscience
terms. * Giving you an opportunity to see if students have learned a
concept before presenting a different concept or giving them an exam or
a quiz.
Using activities that allow all of the students to participate, instead
of having individual students answer questions when called on, will
promote student retention of more of the material presented during
lecture, give students practice in developing critical-thinking skills,
and enable you to assess how well the class is learning that day.

TYPES OF INTERACTIVE ACTIVITIES
Lecturers can use a variety of interactive activities to engage their
students. Such activities include having students * observe and
interpret features of images * interpret graphs * make calculation and
estimates * brainstorm
These are examples of the types of activities described in more detail
in Interactive Segments. Many of these activities not only involve the
students in the material, they can also promote critical thinking,
develop quantitative skills, and allow for informal assessment of
student understanding.
Some general structures of interactive activities are given below. *
Think-pair-share: Ask the students a question and have each of them
turn to a neighbor and discuss it before resolving on a final answer. o
This is a great way to motivate students and promote higher-level
thinking. Open-ended questions promote discussion. o Include time to
discuss as a class as well as time for student pairs to address the
question. A think-pair-share can take as little as three minutes or can
be longer, depending on the question or task and the class size. *
ConcepTest questions are conceptual multiple choice questions that are
used to assess student understanding. Students work on the questions
individually. o These questions can be used to promote some kinds of
higher-level thinking, but as they tend to be quick (often about 60
seconds), this is limited. As these questions take little time, you can
ask several in a class period. o They provide a quick objective
assessment of students' prior knowledge or of how much of the class
understood your lecture. * The Question of the Day is a short project
dealing with the lecture material that requires the student to think
actively about it. It takes a few minutes at the start of class and
requires a written response that the student turns in for a
participation grade. o These are not multiple-choice but require short
explanations, annotations, calculations, or drawings that develop
communication skills as well as higher-level thinking. o Students come
to class expecting to do one of these every day, and start the class as
active rather
than passive learners. * Longer activities that might take 15 minutes
to an entire class period are useful in engaging students in a
lecture-based course. o Such activities typically require time for the
instructor to develop the materials and plan the activity. o These
activities are useful for getting students to tackle more complex
problems.

[+/-] Baca Selengkapnya...

Sunday, April 19, 2009

MICROSOFT PROJECT BASE LEARNING

APA ITU PROJECT BASE LEARNING

Merupakan metode pendidikan yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyeleseaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan siswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. Project Base Learning menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk memdapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber belajar


PRINSIP DAN TUJUAN PROJECT BASE LEARNING

* Siswa dituntut bertanggung jawab atas pendidikan yang mereka jalani, serta diarahkan untuk tidak terlalu tergantung pada guru
* Membentuk siswa mandiri yang dapat melanjutkan proses belajar pada kehidupan dan karir yang akan mereka jalani
* guru lebih berperan sebagai fasilitator atau tutor yang memandu siswa menjalani proses pendidikan
* Memberi tantangan pada siswa untuk lebih mengembangkan ketrampilan berpikir kritis dan mampu meyelesaikan masalah secara efektif
*proses belajar dibentuk dari ketidakteraturan dan kompleksnya masalah, hal tersebut digunakan sebagai pendorong bagi siswa untuk belajar mengintegrasikan dan mengorganisasi informasi yang didapat sehingga nantinya dapat selalu diingat dan diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah yang akan dihadapi.

PROSES PROJECT BASE LEARNING

*Siswa dihadapkan pada masalah dan mencoba untuk menyelesaikan dengan bekal pengetauan yang mereka miliki
* mengidentifikasi apa yang harus dipelajari untuk memahami lebih baik permasalahan dan bagaimana cara memecahkannya
*mencari informasi dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, laporan, informasi online atau bertanya pada pakar yang sesuai dengan bidangnya. melalui cara ini, belajar dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan dan gaya hidup tiap individu
* setelah mendapatkan informasi, mereka kembali pada masalah dan mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari untuk memahami dan menyelesaikannya
*di akhir proses, siswa melakukan penilaian terhadap dirinya dan memberi kritik bagi teman-temannya

[+/-] Baca Selengkapnya...

Friday, April 3, 2009

LONG LIVE EDUCATION

Belajar adalah proses yang berlangsung sepanjang hayat, mulai dari manusia membuka mata sampi akhirnya menutup mata kembali. Entah kita sadari atau tidak dalam setiap detik yang kita lewati dan dalam setiap langkah yang kita lalui pasti ada unsur belajar didalamnya. Kalo kita melirik kebelakang 5 tahun, 50 tahun, 500 tahun, 5000 tahun atau bahkan ke zaman prasejarah dulu kita akan mengetahui bahwa orang2 primitif yang hidup pada zaman batu itu juga mempunyai naluri untuk belajar dan mengembangkan diri dengan memanfaatkan alam sekitarnya untuk membantu mempermudah dalam kehidupan mereka dizamannya. Diawali dari sebuah batang kayu (tongkat) dan juga batu-batuan yang mereka temukan dengan tanpa sengaja disekitar tempat hidup mereka, mereka menggunakan kayu dan batu-batuan tersebut untuk kegiatan berburu dan meramu (food gathering and food producing). Lama kelamaan mereka menyadari bahwa alat pemberian alam ini kurang efektif. dari sini sudah mulai ada yang namanya Learning by Experience,
sehingga kemudian orang2 primitif ini mencoba-coba memodifikas kayu dan batu-batuan tersebut sehingga bisa menjadi alat yang lebih efektif dan efisien untuk berburu dan meramu. Alat2 sederhana yang mereka ciptakan itu kemudian mereka ajarkan ke anak2 mereka dan mewariskan secara turun temurun yang pastinya juga dengan proses belajar mengajar dengan metode yang mereka ketahui pada saat itu, sehingga warisan nenek moyang tersebut masih ada dan banyak kita jumpai saat ini serta masih dimanfaatkan dalam kehidupan sehari hari peralatan yang terbuat dari batu dan kayu tersebut namun dengan bentuk yang lebih bagus, lebih unik dan halus serta lebih efisien.


Long live education....

Dengan berlalunya waktu manusia semakin banyak belajar dan terus belajar, dan hasil dari kegiatan belajar tersebut mereka menemukan hal2 baru yang sangat berguna sekali dalam kehidupan mereka seperti buku, radio, televisi, computer, internet dan lain2. Penemuan2 tersebut mereka manfaatkan di dalam dunia pendidikan untuk membantu anak2 dalam proses belajar mengajar. Harapannya adalah mereka (anak2 generasi baru) akan meneruskan dan mengembangkan penemuan2 baru lagi yang tentunya diharapkan akan dapat membantu dan memudahkan aktifitas manusia dalam kehidupan. Kira2 penemuan baru apakah yang akan dihasilkan oleh anak2 didik kita ya........!!!!! :)

[+/-] Baca Selengkapnya...

Monday, March 23, 2009

Microsoft Membentuk Games for Learning Institute

Microsoft Research, New York University, dan beberapa universitas lainnya mengumumkan berdirinya G4LI, Games for Learning Institute, yang bertujuan untuk mencari bukti untuk mendukung bahwa games merupakan alat pembelajaran untuk matematika, sains,teknologi, dan teknik bagi siswa sekolah. Dengan riset ini mereka berharap dapat mengelompokkan video game yang mana yang cocok dan relevan bagi siswa sebagai sarana belajar.

Microsoft mengeluarkan $ 1.5 juta, sedangkan partner yan lain bersama NYU menyumbang sekitar jumlah yang sama, mencapai total $ 3 juta. Pendanaan ini mencakup 3 tahun perencanaan riset. Riset ini akan merangkul bermacam siswa terutama dari minoritas dan
siswa perempuan. Microsoft mengharapkan riset ini dapat membawa ke era baru penggunaan game sebagai alat bantu pendidikan.




[+/-] Baca Selengkapnya...

Friday, March 6, 2009

DEFINISI DAN STRATEGI INSTRUKSIONAL DI E-LEARNING

Terminologi yang berbeda-beda telah digunakan untuk mendefinisikan E-Learning. E-Learning meliputi sekumpulan aplikasi dan proses berbasis teknologi TIK, yang terdiri dari belajar berbasis web, kelas virtual, kolaborasi dan jaringan secara digital. E-Learning meliputi penyampaian materi melalui internet, intranet, pemancaran satelit, tape audio-video, TV dan CD-ROM interaktif (Hambrecht, 2000). Terminologi tersebut menyatakan secara implisit bahwa pembelajar berada jauh dari tutor, pembelajar menggunakan teknologi (biasanya komputer) untuk mengases bahan ajar, pembelajaran menggunakan teknologi untuk berinteraksi dengan tutor maupun pembelajar yang lain.



Definisi E-Learning tersebut memunculkan tiga komponen yang bekerja bersama-sama untuk mendorong interaksi dan belajar yang bermakna: (1) model pedagogi, (2) strategi instruksional, dan (3) teknologi. Tiga komponen tersebut (Gambar 1) membentuk hubungan yang iteratif. Kompnen pertama adalah model pedagogi. Model pedagogi adalah konstruk teoritis yang berasal dari model perolehan pengetahuan, yang membentuk dasar-dasar teori belajar. Model pedagogi akan mengarahkan ke spesifikasi strategi instruksional, yang merupakan komponen kedua kerangka desain E-Learning.

Strategi instruksional adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk memfasilitasi siswa belajar. Jonassen et al. (1991) mendefinisikan strategi instruksional sebagai the plan and the techniques that the instructor/instructional designer uses to engage the learner and facilitate learning (p. 34). Strategi instruksional mengoperasionalkan model pedagogi. Strategi instruksional merupakan spesifikasi bagaimana implikasi teori belajar diubah menjadi prosedur instruksional, yang menghasilkan rencana pelaksanaan pembelajaran. Contoh strategi instruksional meliputi: (1) melaksanakan pembelajaran autentik, (2) memfasilitasi pemecahan masalah, eksplorasi, dan pembuatan hipotesis, (3) melakukan kolaborasi, (4) memberikan scaffolding, (5) melakukan artikulasi dan refleksi.

1. Melaksanakan pembelajaran autentik

Melakukan pembelajaran autentik adalh inti dari semua strategi instruksional. Aktivitas autentik melibatkan pembelajar dalam tugas-tugas realistik dan bermakna yang relevan dengan minat dan tujuan pembelajar. Dengan melibatkan pembelajar dalam tugas-tugas relevan dan bermakna, mereka dapat melihat implikasi langsung dari kegiatan mereka dan dapat menerapkan pengetahuan yang diperoleh dalam situasi riil. Umumnya tugas-tugas autentik dipresentasikan dalam pembelajaran menggunakan skenario, studi kasus maupun masalah. Kasus, masalah maupun skenario yang digunakan sebagai stimulus untuk aktivitas autentik harus mempunyai karakteristik penyelesaian masalah kehidupan riil. Contoh bagaimana aktivitas autentik dapat diterapkan di konteks E-Learning dengan menggunakan teknologi, komponen ketiga dari kerangka desain, meliputi:

* Menggunakan grafik untuk menghadirkan kasus atau masalah untuk membuat lebih realistik.
* Menggunakan audio dan video untuk menghadirkan kasus.
* Menggunakan animasi.
* Menggunakan hiperteks/hipermedia untuk memberikan elaborasi.


2. Melaksanakan pemecahan masalah, eksplorasi, dan pembuatan hipotesis

Aktivitas pemecahan masalah menekankan bagaimana belajar. Dalam aktivitas tersebut, proses memecahkan masalah seperti kemampuan membuat hipotesis, menemukan dan mengurutkan informasi, berfikir kritis, membuat pertanyaan, menjadi sangat penting. Ketika aktivitas pemecahan masalah ditempatkan dalam konteks autentik, siswa belajar bagaimana menerapkan pengetahuannya dalam kondisi yang tepat. Eksplorasi mendorong siswa mencoba strategi dan hipotesis berbeda dan mengamati pengaruhnya. Dalam belajar eksploratori, siswa diberi instruksi dan bimbingan terbatas. Siswa lebih banyak belajar secara mandiri.

Eksploratori dan pemecahan masalah sangat berkaitan. Pembuatan hipotesis adalah menetapkan anggapan sementara tentang suatu atribut yang mendefinisikan suatu konsep, kemudian menguji hipotesis tersebut. Contoh ketika siswa belajar konsep masa jenis benda, mereka diminta membuat hipotesis tentang apa yang terjadi ketika minyak dan air dituangkan bersama-sama dalam sebuah wadah. Apakah minyak terletak di bawah? Mengapa? Juga, ketika belajar konsep gravitasi, siswa mungkin diminta membuat hipotesis benda mana jatuh ke tanah lebih dahulu, batu atau bulu. Pembuatan hipotesis adalah tipe penalaran ilmiah. Contoh bagaimana pemecahan masalah, eksplorasi dan pembuatan hipotesis diterapkan di konteks E-Learning dengan menggunakan teknologi meliputi:

* Memberikan link ke basis data online yang menghadirkan informasi terkini maupun informasi ilmiah lainnya.
* Menggunakan perangkat web authoring dan bahasa script untuk mengembangkan modul intstruksional seperti simulasi yang mendorong siswa melakukan aktivitas eksploratori.
* Memberikan link ke situs yang memungkinkan siswa mencari sumber-sumber pengetahuan untuk melakukan eksploratori.

3. Melakukan kolaborasi

Dalam bentuk sederhana, strategi kolaborari dapat didefinisikan sebagai strategi instruksional yang mendorong interaksi antara dua atau lebih pembelajar untuk memaksimalkan potensi masing-masing pembelajar. Dari padangan konstruktivisme, belajar secara kolaboratif dapat didefinisikan sebagai aktivitas yang menekankan (a) kerja sama mengkonstruksi pengetahuan, (b) berdialog mencari penyelesaikan alternatif. Tujuan kolaborasi adalah bertukar pandangan dan ide dalam rangka menyelesaikan masalah dan membangun pengetahuan. Contoh bagaimana kolaborasi diterapkan di konteks E-Learning dengan menggunakan teknologi meliputi:

* Membuat ruang diskusi kelompok online yang memfokuskan aktivitas, tujuan maupun proyek tertentu.
* Mendesain aktivitas yang memungkinkan anggota kelompok bertukar dokumen yang terkait dengan suatu proyek.
* Mengatur siswa dalam ativitas komunikasi serempak dengan menggunakan videoconference dan chating. Aktivitas kolaborasi memungkinkan anggota kelompok melakukan brainstroming ide-ide.

4. Memberikan scaffolding

Scaffolding adalah suatu konsep berdasarkan pada ide memberikan bantuan ke pembelajar dalam daerah perkembangan terdekat (zone of proximal develompment) siswa. Memberikan bantuan yang tepat dalam lingkungan belajar merupakan suatu tantangan bagi guru dan perancang instruksional, Siswa pintar yang mempunyai basis pengetahuan banyak memerlukan tipe dan level bantuan yang berbeda untuk meningkatkan prestasinya. Scaffolding dapat diperoleh melalui bermacam-macam aktivitas dan strategi interuksional yang saling terkait. Pada kelas tradisional, scaffolding sering dilakukan melalui kolaborasi dengan guru, pakar maupun siswa yang lebih kompeten. Scaffolding dapat juga dilakukan melalui pemodelan. Contoh bagaimana scaffolding diterapkan di konteks E-Learning dengan menggunakan teknologi meliputi:

* Memberikan panduan melalui email.
* Memberikan link hipermedia ke perangkat online seperti program basis data, spreadsheet, peta konsep maupun diagram.
* Memberikan indeks online atau kosa kata dari instilah penting dan definisinya.
* Memberikan link hipermedia ke contoh tugas atau proyek yang sudah jadi.

5. Melakukan artikulasi dan refleksi

Artikulasi bermakna meminta siswa memikirkan tindakan mereka dan memberikan alasan keputusan dan strateginya (Wilson & Cole, 1996). Dengan kata lain, ketika siswa diberi kesempatan untuk mengartikulasikan pengetahuan atau pemahaman tentang sesuatu, mereka menjelaskan ke siswa lain apa yang mereka ketahui. Ketika siswa mengartikulasikan pengetahuannya ke orang lain, mereka saling bertukar pandangan dan mengeneralisasikan pemahaman dan pengetahuan sehingga ia dapat diterapkan ke konteks lain yang berbeda.
Melakukan refleksi berarti meminta siswa memikirkan kembali apa yang telah mereka lakukan, menganalisis kinerja mereka, dan membandingkannya dengan pakar dan teman sejawat. Berfikir refleksi meliputi proses menganalisis dan mengevaluasi apa yang telah terjadi untuk memberikan makna baru. Contoh bagaimana artikulasi dan refleksi diterapkan di konteks E-Learning dengan menggunakan teknologi meliputi:

*Siswa yang terlibat dalam diskusi online akan mengartikulasikan pemahamannya tentang suatu topik dengan cara menjawab pertanyaan dan menjelaskan ke orang lain apa yang mereka ketahui. Hasil diskusi ini kemudian akan direvisi oleh siswa yang memungkinkan terjadinya refleksi.
* Memberikan siswa web posting untuk mempublikasikan karya mereka. Siswa kemudian dapat melakukan evaluasi sejawat atas karya mereka.

[+/-] Baca Selengkapnya...

TEORI BELAJAR E-LEARNING

Menerapkan pembelajaran E-Learning dapat dilihat sebagai proses yang kompleks yang tidak hanya sekedar menjalankan langkah-langkah dalam model desain interuksional. Ada tiga teori belajar utama yang digunakan sebagai dasar E-Learning yaitu behaviorisme, kognitivisme dan konstrukstivisme.

1. Behaviorisme

Penganut aliran behaviorisme menganggap bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati yang disebabkan oleh stimulus eksternal. Mereka melihat pikiran sebagai ”kotak hitam”, respons terhadap suatu stimulus dapat diamati secara kuantitatif, dengan mengabaikan pengaruh proses berfikir yang terjadi di pikiran. Atkins (1993) menyoroti empat aspek yang relevan untuk merealisasikan materi E-Learning berkaitan dengan pemikiran behaviorisme:
- Bahan ajar sebaiknya dipecah menjadi langkah-langkah instruksional yang dihadirkan secara deduktif, yaitu dimulai dengan rumus, hukum, kategori, prinsip, definisi, dengan memberikan contoh-contoh untuk meningkatkan pemahaman.
- Perancang harus menetapkan urutan pengajaran dengan menggunakan percabangan bersyarat ke unit instruksional lain. Umumnya, kegiatan diurutkan dari mudah ke sukar atau kompleks.
- Untuk meningkatkan efisiensi belajar, siswa diminta mengulangi bagian tertentu maupun mengerjakan tes diagnostik. Meskipun demikian, perancang dapat juga mengijinkan siswa memilih pelajaran berikutnya, yang memungkinkan siswa mengontrol proses belajarnya sendiri.
- Pendekatan behaviorisme menyarankan untuk mendemonstrasikan ketrampilan dan prosedur yang dipelajari. Siswa diharapkan meningkatkan kemahirannya melalui latihan berulang-ulang dengan umpanbalik yang tepat. Pesan-pesan pemberi semangat digunakan untuk meningkatkan motivasi.

Secara keseluruhan, behaviorisme merekomendasi pendekatan terstruktur dan deduktif untuk mendesain bahan ajar, sehingga konsep dasar, ketrampilan, dan informasi faktual dapat cepat diperoleh siswa. Implikasi lebih jauh terhadap E-Learning adalah belajar secara drill, memilah-milah bahan ajar, mengases tingkat prestasi, dan memberikan umpanbalik. Tetapi, efektivitas pendekatan desain behaviorisme untuk tugas-tugas berfikir tingkat tinggi masih belum terbukti.

2. Kognitivisme

Penganut aliran kognitivisme menganggap bahwa belajar merupakan proses internal yang melibatkan memori, motivasi, refleksi, berfikir, dan meta kognisi. Dalam pandangan aliran tersebut, pikiran manusia memanipulasi simbol-simbol seperti komputer memanipulasi data. Karena itu, pembelajar dianggap sebagai prosesor informasi. Psikologi kognitif meliputi proses belajar dari pemrosesan informasi, dimana informasi diterima di bermacam-macam indera, ditransfer ke memori jangka pendek dan jangka panjang. Informasi menjalani aliran transformasi dalam pikiran manusia sampai informasi tersebut tersimpan secara permanen di memori jangka panjang dalam bentuk paket-paket pengetahuan. Aliran kognitivisme mengakui pentingnya perbedaan individu dan bermacam-macam strategi belajar untuk mengakomodasi perpedaan tersebut. Gaya belajar yang berbeda-beda (Gardner, 1983; Kolb, 1984) mengacu ke bagaimana siswa menerima. berinteraksi, dan merespons bahan ajar.
Perancang instruksional harus memikirkan aspek-aspek berikut untuk merealisasi materi E-Learning.

- Strategi pengajaran sebaiknya meningkatkan proses belajar dengan mendayagunakan semua indera, memfokuskan perhatian siswa melalui penekanan pada informasi penting, dan menyesuaian dengan level kognitif siswa.
- Perancang instruksional sebaiknya mengaitkan informasi baru dengan informasi lama yang telah ada di memori jangka panjang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan awal untuk mengaktifkan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk materi ajar baru.
- Strategi menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi sebaiknya digunakan untuk menstimulasi belajar level tinggi.
- Bahan ajar sebaiknya memasukkan aktivitas untuk gaya belajar yang berbeda-beda.
- Siswa perlu dimotivasi untuk belajar melalui strategi belajar yang menstimulasi motivasi intrinsik (berasal dari diri siswa) dan motivasi ekstrinsik (berasal dari guru).
- Strategi pengajaran sebaiknya mendorong siswa menggunakan ketrampilan meta kognitifnya dengan cara merefleksi apa yang mereka pelajari, berkolaborasi dengan siswa lain maupun memeriksa kemajuan belajar mereka sendiri.
- Akhirnya, strategi pengajaran sebaiknya menghubungkan materi ajar dengan situasi riil di kehidupan mereka, sehingga siswa dapat mengaitkan pengalaman mereka sendiri.

Secara keseluruhan, perancang instruksional harus memikirkan mulai dari perbedaan aspek-aspek gaya belajar sampai motivasi, kolaborasi maupun meta kognitif. Pendekatan berfokus pada kognitif sesuai untuk mencapai tujuan belajar tingkat tinggi. Kelemahannya adalah jika siswa tidak mempunyai pengetahuan prasyarat.

3. Konstruktivisme

Penganut aliran konstruktivisme menganggap bahwa siswa membangun pengetahuannya dari pengalaman belajarnya sendiri. Belajar dapat dilihat sebagai suatu proses yang aktif, dan pengetahuan tidak dapat diterima dari luar mapun dari orang lain. Siswa sebaiknya diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan bukan diberi pengetahuan melalui pengajaran. Perancang instruksional harus memikirkan aspek-aspek berikut untuk merealisasi materi E-Learning.

- Belajar sebaiknya merupakan proses yang aktif. Siswa diberi kesempatan melakukan aktivitas seperti meminta siswa menerapkan informasi pada situati riil, memfasilitasi penafsiran personal terhadap materi ajar, mendiskusikan topik-topik dalam kelompok.
- Untuk mendorong siswa membangun pengetahuan mereka sendiri, guru harus memberikan pengajaran online yang interaktif. Siswa harus mempunyai inisiatif untuk belajar dan berinteraksi dengan siswa lain.
- Sebaiknya digunakan strategi pembelajaran kolaboratif. Bekerja dengan siswa lain memberikan siswa pengalaman riil dan memperbaiki ketrampilan meta kognitif mereka. Ketika menetapkan siswa-siswa dalam suatu kelompok kerja, keanggotaan sebaiknya didasarkan pada level kemampuan, sehingga setiap anggota dapat mengambil manfaat dari anggota lain.
- Siswa sebaiknya diberi waktu untuk merefleksikan materi ajar. Pertanyaan pada materi ajar dapat digunakan untuk meningkatkan refleksi.
- Belajar sebaiknya dibuat bermakna dan ilustratif dengan cara memberikan contoh-contoh dan studi kasus. Disamping itu, aktivitas sebaiknya mendorong siswa menerapkan materi ajar.
- Ketika belajar memfokuskan pada pengembangan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang baru, E-Learning menghadapi masalah yaitu tujuan belajar psikomotorik, afektif, dan berfikir tingkat tinggi sulit dicapai dalam fase belajar virtual. Maka disarakan memberikan cara lain seperti aktivitas sosial maupun interaksi dengan siswa lain, belajar berbasis konteks, penilain kinerja untuk mengatasi masalah tersebut.

[+/-] Baca Selengkapnya...

Sunday, March 1, 2009

AKHIRNYA DATANG JUGA...

Sekian lama aku menunggu untuk kedatanganmu...
Datanglah... Kedatanganmu kutunggu
Tlah lama... Kedatanganmu kutungu
(kayak lagunya rhoma aja ya he..he..)

Tapi bukan lagunya rhoma itu lho yang kemarin kita nyanyikan di balai kota koesuma wicitra. lagunya rhoma itu hanya mewakili perasaanku selama ini waktu dalam masa penantian.

Tapi kini semua perasaan itu akhirnya terhapuskan sudah.Pada hari sabtu tanggal 28 Februari 2009, Diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Padamu Negeri secara bersama-sama (klo diminta nyanyi sendirian pasti aq ga bisa coz udah banyak yg lupa, maklum udah ga pernah ikut upacara sejak tahun 2001 :D ) kemudian dilanjutkan dengan ceramah2 dari Sekda, BKD, Taspen dll.

Akhirnya tiba saat yang ditunggu-tunggu yaitu pembagian SK. penyerahan Sk dilakukan dengan cara memanggil satu persatu, berhubung aq kebagian no urut ke 210 ya... mau ga mau harus sedikit bersabar. Sambil menunggu aq aktifkan Search Engine ku lalu kumasukkan kata kata kunciya di retinaku MACAN (Manusia Cantik) ;). lalu aq fokuskan pencarianku ke sebelah kiri karena memang banyak MACAN disana. Yach...ibaratnya sambil menyelem minum air, sapa tahu sambil nunggu dapat MACAN PNS yg masih single kan lumayan he..4x :D
................
Tiba-tiba terdengar nama yang sudah tidak asing lagi ditelingaku dipanggil lewat microphone. yach itu namaku.... ;) Langsung Aq rapikan dasiku lalu aq berdiri dan berjalan dengan langkah tegap menuju meja tempat pengambilan dan penandatanganan SK. lalu aq kembali ke tempat dudukku sambil membawa map berwarna pink. perlahan aq buka map pink itu dan ternyata isinya selembar SK, jadwal orientasi, surat undangan dan yang paling penting keterangan gaji serta tunjangan2 lain yg jumlahnya hemm...lumayan dah pokoknya :). Tanpa kusadari ternyata MACAN yg sedari tadi duduk dideretan sebelah kiriku memperhatikan aku membuka isi2 map dan mengintip keterangan gajiku lalu nyeletuk dgn pelan "Wah enak ya klo S1 langsung dapet gaji segitu".

singkat cerita................
Setelah acara selesai akhirnya aq pulang dengan perasaan tentram dan nyaman apalagi ada MACAN yang duduk di boncengan motorku he..he.. :L


[+/-] Baca Selengkapnya...

Friday, February 20, 2009

GAME LEARNING FOR FORMAL EDUCATION



GAME OVER.... Yach itulah sepenggal petikan tulisan yang muncul di monitor saat kita GAGAL menyelesaikan sebuah misi permainan dari sebuah game.Dan pastinya hal tersebut akan memacu dan memberikan semangat baru untuk mencoba dan mencoba lagi sampai akhirnya kita berhasil memenangkannya. Tidak mengherankan apabila anak2 kecil, remaja, dewasa, bahkan kakek2 suka bermain game karena rasa penasaran yang ditimbulkan, unsur mistery yang tersembunyi, serta tantangan untuk menyelesaikan step by step stiap misi. Selain itu ada kebanggaan tersendiri bagi para gamer apabila namanya tercantum dalam daftar paling atas High Score :D pada suatu game. Memang, game bisa menyihir setiap orang apalagi bila game tersebut dimainkan secara multiplayer pasti akan lebih menarik dan ada sensasi serta kenikmatan tersendiri yang dapat memberikan kebanggaan bila berhasil memenangkannya sehingga biasanya akan mendapatkan gelar MASTER of GAME dari teman2nya.


MENGAPA ANAK2 LEBIH SUKA BERLAMA-LAMA DI DEPAN LAYAR MONITOR DARIPADA DI DEPAN BUKU2 PELAJARAN

Sudah pasti bahwa dengan semakin berkembang dan beranekaragamnya jenis game, mulai dari game strategy, adventure, arcade, puzle, sport dll yang dikemas dalam PS game maupun PC game, akan sangat menarik bagi setiap orang terlebih anak2 yang masih dalam usia sekolah. mereka dapat menghabiskan berjam jam waktu yang menurut mereka berjalan sangat cepat bila duduk didepan monitor sambil menggenggam joystick atau mouse sambil mengikuti alur sebuah game, apalagi visualisasi serta tampilan grafik dari sebuah game pada saat ini sudah mendekati 3D real, anak2 pasti akan bercerita kesana kemari disetiap jam2 istirahat maupun pada saat pergantian jam pelajaran tentang game game terbaru maupun tentang pengalaman2 mereka saat bermain game.
dan pastinya hal semacam ini bisa menular seperti virus sehingga teman2 mereka pasti juga akan ikut mencoba coba dan belajar bermain game sehingga melupakan tugas utama mereka yaitu belajar.

Tidak bisa kita pungkiri bahwa Dunia anak2 memang identik dengan permainan, karena hal tersebut juga merupakan proses dari pendewasaan sikap dan mental seorang anak. Namun demikian Kita sebagai guru maupun orangtua patut mewaspai akan hal ini, jangan sampai kita memberikan kebebasan kepada anak untuk bermain sehingga mereka malas belajar dan tidak mau mengerjakan PR, karena dalam pandangan anak2 tidak ada yang lebih menarik bagi mereka selain bermain game. Betul tidak anak2............! :D

BAGAIMANA SOLUSINYA.......!

Metode pembelajaran yang konvensional yang cenderung menjemukan dan monoton sudah seharusnya mulai dirubah menjadi pembelajaran yang efektif, menarik, interaktif, inovatif, memiliki unsur tantangan dan dapat mencerdaskan siswa dengan lebih cepat. salah satu solusi yang tepat adalah dengan menggunakan media game.



Game learning (education game) merupakan gabungan dari beberapa unsur domain penting antara lain yaitu: Learning Domain>, Pedagogig Domain, Curriculums Domain, dan Game Domain. Learning Domain adalah hal2 yang menyangkut unsur affective (sikap dan tingkah laku), cognitive (pengetahuan) dan psychomotoric (ketrampilan). Yang kedua adalah Pedagogig Domain, ini menyangkut metode yang digunakan, motivasi yang bisa membangkitkan semangat dan bagaimana cara mengukur hasilnya (evaluation). Yang ketiga adalah Curriculums Domain, kurikulum domain ini menyangkut bahan ajar (modul), media pembelajaran (tools) dan kecakapan hidup (live skills). yang terakhir adalah Game Domain, ini menyangkut peraturan, strategi dan hasil yang akan didapat jika berhasil.

Game adalah salah satu produk teknologi yang dapat digunakan sebagai alternatif media pembelajaran yang efektif. Energi dan motivasi yang besar dalam bermain game dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran dan mengingat materi belajar. Penggabungan Game 3D dengan teknik peningkatan fungsi otak diatas akan sangat membantu siswa belajar dan mempertahankan hasil belajarnya.

Namun demikian pembuatan game2 edukasi ini harus tetap perpegang teguh dengan nilai-nilai dan ranah2 yang ada pada dunia pendidikan anak. jangan membuat game yang didalamnya mengandung unsur-unsur negatif seperti kekerasan, kejahatan, penipuan dan hal negatif lainnya yang berpotensi bisa menular ke anak. buatlah game edukatif yang didalamnya terdapat unsur budipekerti, pengetahuan, atau game yang bernilai menyematkan budaya bangsa. misalnya untuk pelajaran sejarah kita membuat game yang didalamnya berisikan materi perjuangan para pahlawan dalam mengusir penjajah. untuk pelajaran bahasa inggris atau bahasa indonesia kita buat game puzle kosakata yang nanti harus disusun menjadi kalimat seperti game bookworm. untuk pelajaran matematika kita buat game tentang materi menyusun bangun dan ruang 3D dan untuk melestarikan budaya kita buat game tentang perwayangan dan lain sebagainya.




TANTANGAN UTAMA

Tantangan utama yang dihadapi pada saat ini adalah masalah SDM. Tidak banyak guru maupun dosen yang memiliki kesadaran untuk mengembangkan diri dgn belajar hal2 yang baru dan melakukan perubahan2 dalam cara mengajar mereka. kalau kita teliti, cara menyampaikan materi Para `oemar bakrie` kita sekarang ini sama seperti cara gurunya dulu menyampaikan meteri, padahal cara tersebut sudah kuno dan cenderung kurang efektif, kurang menarik dan monoton.
Kita semua pasti juga sudah memaklumi bahwa guru2/dosen yang sudah `sepuh` pasti mengajar dengan metode tahun 70-an yang kita ketahui seperti apa :p , jangankan untuk membuat game edukatif, mengoperasikan computer saja merupakah hal yang sangat susah bagi mereka. Dan bagaimanakah dengan guru2 yang masih muda!!! :-L pastinya juga tidak semua bisa membuat game edukatif yang memang menurut saya juga cukup susah, sehingga pembuatan game ini biasanya hanya dilakukan oleh orang2 yang memang ahli dibidangnya, dan pastinya ada cost yang cukup besar untuk membiayai pembuatan game edukatif ini. dan satu lagi produk gamenya pun masih perlu diuji apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum.

[+/-] Baca Selengkapnya...

Friday, February 13, 2009

GAME LEARNING

Apapun teori belajar yang digunakan, pada hakikatnya adalah bagaimana materi belajar tersebut harus tetap melekat di memori dan bisa dipanggil kembali. Hasil belajar yang ada di memori bisa hilang atau tidak bisa diingat kembali karena berbagai faktor. Belajar yang menyenangkan dan penggunaan metode Mnemonic untuk memudahkan dan mempertahankan materi pembelajaran tersimpan di memor.


Metode mnemonic dan repitition (pengulangan) akan cukup efektif untuk meningkatkan fungsi otak mengingat materi pembelajaran. LTM menyimpan informasi baik explicit dan implisit. Informasi yang bersifat eksplisit seperti episodic (kejadian kehidupan) dan semantik (kata, ide, konsep). Sedangkan Informasi Implisit seperti prosedural (skill), dan kondisi emosional.

Membaca atau melihat suatu materi secara berulangulang akan lebih kuat menanamkan materi tersebut di memori. Sedangkan dengan bentuk materi yang mnemonic akan juga mempermudah mengingat materi tersebut juga. Beberapa tekni dalam mnemonic yaitu antara lain : Acronyms, Acrostics, Rhyme & Song, Method of Loci, Chunking, dan Practices.

Game sebagai salahsatu produk teknologi dapat menjadi salahsatu media pembelajaran yang efektif. Energi dan motivasi yang besar dalam bermain game dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran dan mengingat materi belajar. Game 3D dapat merupakan ‘eye candy’ yang menarik untuk mempertahankan motivasi dan minat player bermain sambil belajar. penggabungan Game 3D dengan teknik peningkatan fungsi otak diatas akan sangat membantu siswa belajar dan mempertahankan hasil belajarnya. Pemanfaatan teknologi game untuk pembelajaran akan lebih tinggi jika dikemas dalam bentuk mobile game dimana game dapat dimainkan kapan dan dimana saja, baik sendiri atau bersama teman, terutama diwaktu menunggu dan perjalanan.

Tantangan utama dari penelitian ini adalah bagaimana mengemas game 3D yang menyuguhkan materi belajar dengan menerapkan konsep mnemonic dan repitasi tanpa banyak mengganggu kesenangan bermain game. Game petualangan dalam sebuah gedung yang memiliki banyak dinding dan lorong seperti labirin bisa menjadi alternatif utama untuk mengimplementasikan game ini. Tantangan untuk mencari jalan keluar dalam sebuah labirin dengan konsep ruang 3D masih cukup menarik untuk dimainkan. Beberapa bagian dinding ditampilkan poster yang berisi materi pembelajaran seperti fisika dan matematika yang dibuat seringkas mungkin dalam bentuk skema dan gambar yang dibuat dengan konsep menmonic. Gambar tersebut diletakkan pada berbagai dinding sehingga si pemain dengan tidak terasa melihat hal yang sama secara berulang-ulang. Metode pengulangan ini yang sering dipakai oleh dunia periklanan untuk menanamkan ingatan akan produk yang mereka iklankan di media massa.

[+/-] Baca Selengkapnya...

Wednesday, February 11, 2009

aduh...

sekarang aq lagi bosen banget, nganggur nunggu SK gak turun2
enake lapo ya............

[+/-] Baca Selengkapnya...

** Remodif Template by choymaster.blogspot.com **